Rabu, 18 Juli 2012

Analisis dan solusi film “Selamatkan Indonesia”

Oleh: Rosawati F1B010001


           Berdasarkan ulasan dari sebuah film yang di asumsikan dari sebuah buku karya Amien rais. Dalam buku itu Amien menyampaikan ulasan, usulan dan kritikan. Dia sadar bukunya akan dianggap sebagai kritik yang tajam, terutama oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Masalah yang tak kunjung usai adalah masalah kemiskinan, hutang, pengangguran, gizi buruk, pendidikan, sarana prasarana, pertambangan dikuasai asing, pembalakan liar, dan terakhir adalah korupsi. Saya hendak memetakan persoalan dari beberapa point-point di atas.
Runtutan masalah itulah yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan calon penerus bangsa. Kemiskinan yang menjadi pemandangan yang lumrah di pinggiran kota semakin meningkat, kemiskinan terjadi karena masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan (pengangguran), pengangguran itu terjadi juga karena pendidikan yang tidak bisa dijangkau oleh masyarakat miskin yang berpenghasilan Rp 300.000,-/bulan. Karena adanya pengangguran dan kemiskinan yang melanda adalah alasan terjadinya kejahatan berbagai modus, dan kasus illegal lainnya. Banyak masalah maka banyak pula pembahasan dari masalah itu.
Kemiskinan, pengangguran, dan gizi buruk adalah satu sistem masalah yang saling berkaitan. Kalau menurut saya akar dari permasalahan ini adalah pendidikan. Jika pendidikan bisa dijangkau oleh rakyat miskin mungkin taraf kehidupan akan meningkat seiring dengan bertambahanya tingkat pendidikan yang mendukung bagi rakyat miskin.
Tujuan dari penyelenggaraan sistem pendidikan nasional di Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam UU no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menjelaskan bahwa pendidikan merupakan rangkaian kegiatan yang berupaya untuk meningkatkan kualitas dan taraf kebudayaan masyarakat yang berbudi pekerti dan beriman serta bertakwa pada tuhan yang maha esa. Namun, hal ini hanya menjadi semacam wacana impian belaka jika melihat realita yang ada di lapangan atau dalam hal ini yakni proses penyelenggaraan pendidikan nasional.
Mutu yang terus dijanjikan sebagai legitimiasi yang salah satunya berbentuk peningkatan anggaran untuk pendidikan hanya sebagai ilusi yang tak akan pernah terealisasi. Hal ini terbukti dengan masih rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Meskipun UGM dan UI membuka program kelas internasional dan melakukan kerjasama dengn berbagai lembaga pendidikan asing. Kenyataannya tetap berada diperingkat 77 dari 77 perguruan tinggi di kawasan Asia-Pasifik. Mutu pendidikan Indonesia juga berada di peringkat 12 dari seluruh negara di kawasasn  ASEAN, termasuk dibawah Vietnam, sebuah negara yang baru membangun 20-an tahun terakhir pendidikan.
Kenyataan-kenyataan tersebut dibuktikan dengan semakin meningkatnya angka putus Sekolah. Berdasarkan data yang dirilis UNESCO-PBB tahun 2011, tercatat sebesar 527.850 orang siswa SD atau samadengan 1,7% dari 31,05 juta siswa SD putus sekolah setiap tahunnya. Dan untuk perguruan tinggi sendiri dari total jumlah penduduk Indonesia dengan hitungan usia kuliah (18-25 Tahun) sebesar 25 juta jiwa. Sementara yang terserap dalam di perguruan tinggi hanya mencapai 4,6 juta jiwa, hanya meningkat 3 (tiga ribu) dari tahun sebelumnya sebesar 4,3 juta jiwa. Sementara angka tersebut terus berkurang dengan angka putus kuliah (DO) mencapai 150.000 orang setiap tahun. Selain itu, angka Pengangguran dan angka buta huruf pun terus meningkat berbanding lurus dengan angka kemiskinan di Indonesia yang mencapai 37.168.300 jiwa (16,58%) dari total penduduk Indonesia kurang lebih 238 juta jiwa dengan persebaran 13.559.000 jiwa (12,52%) diperkotaan dan 23.609.000 jiwa (20,37%) di pedesaan (Gelora, November 2010).
Kualitas pendidikan juga akan sangat dipengaruhi dengan ketersediaan fasilitas yang layak dan memadai sebagai penunjang berjalannya proses belajar mengajar yang baik dan efektif. Dengan kenyataan angka kemiskinan yang tinggi, anggaran pendidikan munri 20% dari APBN diluar gaji guru, karyawan dan dosen yang tidak pernah terealisasi dan dengan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tidak dapat diserap oleh setiap satuan pendidikan dasar dan menengah. Hal ini pun menyebabkan biaya operasional sekolah tidak pernah tercukupi apalagi di lembaga pendidikan swasta yang secara langsung pemerintah sendiri secara gamblang menunjukkan diskriminasinya dengan mengatasnamakan dikotomi atas lembaga pendidikan swasta dan negeri dalam bentuk bantuan dana.
Ketika berbicara tentang pendidikan, sesunguhnya kita berbicara tentang hubungan antara hak dasar rakyat dan tanggung jawab negara. Dengan pengertian negara bertanggungjawab sepenuhnya terhadap penyelenggaraan pendidikan untuk seluruh rakyatnya. Hal ini diatur dengan jelas dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa negara bertanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa serta, ditegaskan kembali dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen IV) yang mengharuskan pemerintah untuk mengalokasikan anggaran sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD. Dalam pasal 31 ayat (4) UUD 1945 dan pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas, menyatakan bahwa besarnya dana pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, adalah diluar gaji pendidik dan pendidikan kedinasan.
Melihat kondisi pendidikan saat ini, pemerintah tidak pernah belajar tentang sejarah ataupun tentang tidak berjalannya penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan oleh negara atau persoalan yang dihadapi rakyat. Namun menanggapi soal-soal seperti itu pemerintah seolah membiarkan permasalahan terjadi dan tidak ada satupun upaya untuk membenah struktur pemerintahan yang melindungi hak dan kewajiban setiap warga negara, artinya dalam menyikapi permasalahan seperti ini.
Dengan demikian salah satu peran dan tujuan pendidikan dalam menciptakan masyarakat yang maju dan dinamis masih belum mampu  tercipta di Indonesia. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi implikasi bersifat negatif yakni minimnya good will dari pemerintah untuk terus melakukan pembenahan secara sistemik sistem penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Lalu, muncul diskriminasi dalam penyelenggaraan pendidikan secara kelas sosial dan adanya disorientasi dalam sebagian masyarakat Indonesia yang hanya sebatas memahami bahwa pendidikan merupakan alat untuk memapankan diri tanpa melihat hakikat dari penyelenggaraan pendidikan. Serta, tidak adannya korespondensi antara sektor pendidikan dengan sektor lainnya seperti kesehatan, industri, perdagangan, jasa, pertanian, perbankan dan sebagai. Padahal secara kasat mata sektor-sektor perekonomian tersebut membutuhkan tenaga ahli dan terampil untuk membangun perekonomian  bangsa ini. Terakhir, masih kuat dan mengakar budaya bahwa pendidikan menjadi hal yang tersier dalam kehidupan bermasyarakat dalam tubuh masyarakat itu sendiri.Seharusnya pemerintah menjadi promotor untuk menggerakkan rakyat guna membenahi kekurangan-kekurangan tersebut. Pemerintah yang selaku klas yang berkuasa lebih mementingkan kepentingan pribadinya dari pada mementingkan kebutuhan rakyat. Kita bisa cek tentang beberapa program dari pemerintah saat ini, khususnya kebijakan pemerintah dalam ranah dunia pendidikan, terutama dalam soal-soal kurikulum yang cendrung mempersulit peserta didik. Kemudian disusul dengan penyelenggaraan pendidikan yang berdasarkan UU no 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang mengesampingkan mutu pendidikan. Sistem tersebut jauh menyimpang dari hakekat pendidikan. Selain itu, harus ada peran dari masyarakat sipil untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menciptakan perubahan sosial yang konsturktif. Peran tersebut dapat terwujud dalam pendidikan non formal seperti kursus, workshop, yang tujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mendukung perubahan sosial. Dengan demikian hal yang aneh dan membingungkan ketika dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih jauh dari cita-cita bangsa itu sendiri. Selain itu, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih jauh dari pendidikan yang humanis dan emansipatoris.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia setelah Barzil. Hutan Tropis di Indonesia menyebar di beberapa pulau di Indonesia yakni Kalimantan, Sumatera, Sulawesi dan Papua. Hutan tropis di Indonesia juga dinobatkan dunia sebagai salah satu paru-paru dunia yang berguna sebagai penyeimbang jumlah gas karbon di atmosfer. Pada tahun 1970an Indonesia memiliki luas hutan tropis sebesar kurang lebih 120 juta Ha. Namun sejak hingga tahun 2010 hutan tropis di Indonesia telah mengalami degradasi yang cukup besar dalam empat dasawarsa terakhir yang hingga saat ini luas hutan tropis di Indonesia kurang lebih seluas 60-70 juta ha. Adapun penyebab terjadinya penurunan jumlah luas hutan tropis di Indonesia dikarenakan maraknya konversi hutan lindung menjadi hutan produksi, kebakaran hutan, penebangan liar dan pembukaan areal pertambangan. Akan tetapi, penyebab utama dari degradasi hutan tropis di Indonesia disebabkan karena konversi hutan lindung atau alami menjadi hutan produksi dan penebangan liar.
Latar belakang utama adanya konversi hutan lindung menjadi hutan produksi di Indonesia banyak dipengaruhi oleh permintaan kayu dari perusahaan-perusahaan di eropa dan AS untuk memenuhi permintaan pasar dunia. Penebangan kayu yang dilakukan oleh perusahaan yang memiliki HPH izin untuk memanfaatkan hasil hutan. Namun, banyak pula para pemegang lisensi yang melakukan penebangan kayu secara illegal, adapun modus yang sering terjadi pada praktek penebangan liar yakni, memperluas areal penebangan tanpa adanya aturan yang melegitimasi praktek tersebut. Modus lainnya menyewa atau membayar masyarakat sekitar untuk menebang hutan lalu disetor ke penadah atau lebih familiar disebut dengan cukong
Dalam tiga dasarwasa terakhir terjadi peningkatan atas permintaan terhadap stok CPO atau minyak kepala sawit mentah. Hal inilah yang mendorong terjadinya pembukaan perkebunan sawit secara besar-besaran di beberapa pulau di Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Papua. Tingginya pembukaan perkebunan secara besar-besaran disebabkan atas besar CPO untuk dijadikan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar fosil. Memang benar, bahan bakar nabati lebih ramah lingkungan ketimbang bahan bakar fosil. Namun praktek penyediaan bahan bakar nabati berupa dengan membuka areal perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran, secara langsung menghasilkan efek negatif terhadap besarnya kerusakan lingkungan. Hal ini ditandai dengan adanya semakin terpinggirkannya bahkan hingga hilangnya sistem ekologis, ekosistem, terganggu sistem daur ulang air di suatu wilayah. Hal ini dikarenakan secara morfologi dan fisiologi tumbuhan atau pohon kelapa sawit sangat membutuhkan air yang sangat besar pada masa pertumbuhannya daripada pohon-pohon lainnya serta jenis akar pohon kelapa sawit pun bukan jenis akar yang menahan air hujan tapi jenis akar yang membantu penyerapan air secara maksimal. Tentunya hal tersebut akan mengganggu ketersediaan air bahkan berujung pada kekeringan yang secara logis akan mempengaruhi rantai makanan dan kehidupan manusia.
Memang hal yang logis dengan memulai upaya untuk menggantikan bahan bakar fosil dengan bahan bakar nabati. Namun ketika upaya tersebut hanya berorientasikan meraih profit sebesar-besarnya bagi suatu pihak.  Maka akan menjadi hal yang percuma atau mubazir upaya pembukaan perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan bahan bakar nabati. Saat ini, di Indonesia hampir 6-7 juta ha yang sudah ditanami tumbuhan kepala sawit dan rencana Indonesia akan menambah luas areal tanam untuk perkebunan kelapa sawit hingga 20 juta ha yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Hal ini dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yakni Indonesia sebagai penghasil CPO terbesar di dunia dengan mengalahkan Indonesia.
Bentuk upaya dari kebijakan tersebut, pemerintah Indonesia juga menarik dan mengajak para investor dalam negeri maupun luar negeri untuk membantu program pemerintah tersebut. Menanggapi program pemerintah tersebut, Program penyediaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit yang luasnya hingga 20 juta ha hanya akan menimbulkan masalah baru. Efek negatif yang ditimbulkan dari pembukaan perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran akan mempengaruhi perubahan iklim secara berkesinambungan dalam jangka panjang. Tentunya hal tersebut sudah mulai kita rasakan sekarang seperti tidak menentunya cuaca di berbagai belahan dunia juga termasuk di Indonesia, lalu diikuti dengan semakin tinggi suhu bumi atau lebih dikenal dengan pemanasan global (global warming) dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini dikarenakan hutan tropis di Indonesia selain menjaga ekologis dan ekosistem di suatu wilayah juga mampu menekan jumlah polusi dalam bentuk gas karbon yang dihasilkan oleh industri dan asap kendaraan bermotor.
Sesungguhnya jika kita melihat hal ini lebih jernih dan terang, proyek pembukaan perkebunan skala besar, penebangan hutan merupakan kebutuhan dari perusahaan-perusahaan besar dari negara dunia pertama yang menyediakan barang hasil olahan hutan di Indonesia. Tercatat beberapa perusahaan di Indonesia seperti bakrie group, rajawali group, sinarmas group, wilmar group dibantu secara finansial dari lembaga sekuritas atau investasi negara-negara dunia pertama. Harapannya dengan adanya bantuan finansial tersebut mampu mendorong beberapa perusahaan di Indonesia dapat memaksimalkan pembukaan perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran. Selain itu, banyak pula perusahaan asing yang sudah mampan ikut serta dalam bisnis menghasilkan minyak kelapa sawit mentah.
Dengan semangat cinta terhadap lingkungan dan bumi, mari dengan momentum Hari Bumi kita jadikan bumi sebagai tempat semua makhluk hidup bergantung pada alam. Kita sebagai manusia seharusnya menyadari bahwa pentingnya kita untuk memelihara lingkungan.kita pun sebagai manusia juga berperan aktif dalam kampanye pembangunan industri ramah lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan mendesak pihak yang memiliki wewenang seperti pemerintah agar dapat memaksa perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan hutan Indonesia lebih bijak dalam menghormati hutan di Indonesia. Hal ini dapat dimulai dengan membatasi luas hutan yang akan dijadikan perkebunan skala besar, penebangan liar, membatasi jumlah produksi dengan disesuaikan kebutuhan konsumsi masyarakat bukan mengutamakan keuntungan dari hasil penjualan hasil produksi. Selain itu, pemerintah juga harus mencegah adanya monopoli lahan dan konversi lahan menjadi perkebunan skala besar karena merugikan masyarakat yang telah bertahan dengan cara mereka yang telah dilakukan dari generasi ke generasi. Serta pemerintah mengedepankan aspek kesinambungan dalam pemanfaatan lahan dengan bersandarkan pada kemampuan msyarakat bukan pada perusahaan swasta ataupun milik negara.
Kapitalisme Birokrasi  adalah Musuh Rakyat Indonesia 
Kapitalis birokrat = pejabat korup
Satu masalah pokok yang hadir dalam masyarakat Indonesia yang berkarakter setengah jajahan dan setengah feudal adalah tumbuh dan berkembangnya kapitalisme birokrasi. Pada dasarnya, kapitalisme birkrasi adalah penyalahgunaan kekuasaan oleh kaum birokrat yang duduk dalam formasi pemerintahan. Kapitalisme birokrasi memegang simpul kekuasaan untuk dirinya sendiri, keluarga dan klik kekuasaannya, memberikan berbagai fasilitas dan sumber daya terutama yang berhubungan langsung dengan aspek ekonomi sebagai upaya untuk mendukung posisinya dalam birokrasi.
Kapitalisme birokrasi menjadi pembantu yang paling efektif bagi rejim yang berkuasa untuk menjalankan seluruh skema kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah. Mereka membantu rejim yang berkuasa untuk mempertahankan kekuasaan agar dapat terus menerus melakukan dominasi atas kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Kaum kapitalis birokrat menindas dan menghisap rakyat Indonesia melalui korupsi dan suap-menyuap, termasuk fasisme negara.
Secara khusus, tentang kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia telah menjadi satu masalah akut yang tumbuh subur diseluruh jajaran birokrasi mulai dari level yang paling rendah hingga level tertinggi. Korupsi telah terjadi mulai dari pejabat di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan tingkat nasional tentunya. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa ketika masyarakat harus berurusan dengan birokrasi dilevel apapun, kelancaran dan kemudahan urusan tersebut hanya akan didapatkan setelah melakukan suap kepada pejabat yang terkait. Berdasarkan temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), selama tujuh tahun kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tidak kurang dari Rp. 103 trilliun uang negara yang telah disalahgunakan atau dikorupsi. Dari jumlah angka ini, 305 kasus korupsi senilai Rp. 33,6 trilliun oleh BPK diserahkan kepada aparat penegak hukum dan baru 139 kasus ditindaklanjuti. Artinya, masih terlalu banyak kasus-kasus korupsi yang belum sama sekali tersentuh dan memberikan kerugian kepada negara dan tentunya kerugian bagi rakyat Indonesia. Dari laporan tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada peningkatan jumlah perkara tindak pidana korupsi dari tahun 2009 ke 2010. Kementerian/lembaga adalah penyumbang paling tinggi dalam kasus ini, termasuk perkara tindak pidana korupsi yang terjadi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).
 Perkara Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Instansi tahun 2010
 No    Nama Instansi                 2004    2005    2006    2007   2008    2009    2010    Jumlah
1      DPR RI                                                                              7          10          7           24       
2      Kementerian/Lembaga         1        5          10        12        13         13         16         70
3      BUMN/BUMD                                4                                 2          5           7         18
4      Komisi                                               9           4          2         2                        2         19
5      Pemerintah Provinsi             1            1           9          2         5           4                      22
6      Pemkab/Pemkot                                           4          8         18          5           8         43
                                               2           19         27         24        47         37         40       196
                Sumber : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
            Kasus korupsi di Kemenakertrans yang sedang hangat dan menjadi pembicaraan public adalah tentang tumpang tindih Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID). DPPID dialokasikan sebesar Rp. 6,31 trilliun dengan rincian Rp. 613 milliar untuk infrastruktur pendidikan, Rp. 500 milliar untuk infrastruktur kawasan transmigrasi dan Rp. 5,2 trilliun untuk infrastruktur lainnya. Disisi lain, Kemenakertrans juga mengalokasikan program yang sama, namun melalui mekanisme tugas pembantuan, program pembangunan pemukiman kawasan transmigrasi senilai Rp. 469,4 milliar. Diduga, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar terlibat dalam program ini dan mendapatkan aliran dana 10 persen dari total nilai proyek yang akan dijalankan di 19 kabupaten Indonesia bagian Timur.
            Kasus korupsi yang terjadi di Kemenakertrans semakin membuktikan bahwa korupsi dan proses suap-menyuap telah menjadi bagian yang melekat dalam jajaran birokrasi di tanah air. Kemenakertrans adalah lembaga yang mengurusi hajat hidup dan kepentingan kaum buruh di seluruh Indonesia, ketika lembaga ini telah terhinggap korupsi maka rakyat Indonesia tentu bisa menyimpulkan keberpihakan lembaga ini. Lembaga ini tidak akan pernah membela kepentingan kaum buruh, karena dengan upah yang rendah, buruh tidak akan sanggup memberikan suap kepada birokrat dikantor Kemenakertrans. Sebaliknya, pengusaha-pengusaha komprador yang memiliki modal besar akan dengan mudah memesan kebijakan-kebijakan yang dapat menguntungkan usaha mereka melalui jalur suap ataupungratifikasi.[1]
Korupsi yang telah merugikan trilliunan uang negara harus dihentikan. Korupsi telah merampas hak seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan kesejahteraan. Ratusan trlliun uang yang telah dikorupsi selama SBY berkuasa akan sangat bermanfaat jika digunakan untuk memberikan subsidi kepada kaum buruh, membuka lapangan pekerjaan, subsidi pendidikan dan kesehatan yang riil hingga saat ini masih sangat sulit didapatkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia.
Janji SBY untuk memerangi korupsi dalam setiap pidatonya selama ini tak lebih hanya sebagai isapan jempol semata. Janji SBY berdiri paling depan dalam usaha pemberantasan korupsi telah bergeser menjadi yang terdepan dalam memimpin korupsi dan melindungi para koruptor. Faktanya, banyak kader partai Demokrat yang saat ini sedang diproses atas tuduhan korupsi dan melalui anggota mereka yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mereka ramai-ramai berteriak untuk membubarkan KPK dan mengajukan remisi bagi para terpidana kasus korupsi. Hal ini telah cukup membuktikan bahwa pemerintahan dibawah rejim SBY-Boediono adalah pemerintahan yang korup.
Bagi kaum buruh, perjuangan melawan kapitalisme birokrasi yang korup adalah bagian dari perjuangan yang utuh untuk mewujudkan kesejahteraan kaum buruh. Membersihkan birokrasi di Indonesia dari praktek korupsi setahap demi setahap akan membantu memudahkan setiap urusan rakyat Indonesia ketika berhadapan dengan birokrat. Pelayanan yang mudah, cepat dan tanpa dipungut biaya hanya akan terjadi ketika kita sanggup bersatu menghancurkan birokrasi yang korup ini. Perjuangan melawan korupsi akan menyelamatkan jutaan, miliaran bahkan trilliunan uang negara yang dapat digunakan untuk memenuhi hak-hak dasar kaum buruh dan seluruh rakyat Indonesia, mewujudkan kesejahteraan kita dan anak cucu kita kedepannya.
Dalam film documenter itu disebutkan bahwa suatu hari nanti anak-anak ibu pertiwi-lah yang akan membangun kembali semangat kebangsaan, semangat yang kini telah tergilas oleh globalisasi. Penerus jaman yang akan mengharumkan nama ibu pertiwi.



[1] Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya (Menurut penjelasan pasal 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar