Berdasarkan ulasan dari sebuah film yang di asumsikan dari sebuah buku karya Amien rais. Dalam buku itu Amien menyampaikan ulasan, usulan dan kritikan. Dia sadar bukunya akan dianggap sebagai kritik yang tajam, terutama oleh pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Masalah yang tak kunjung usai adalah masalah kemiskinan, hutang, pengangguran, gizi buruk, pendidikan, sarana prasarana, pertambangan dikuasai asing, pembalakan liar, dan terakhir adalah korupsi. Saya hendak memetakan persoalan dari beberapa point-point di atas.
Runtutan masalah itulah yang menjadi pekerjaan rumah
pemerintah dan calon penerus bangsa. Kemiskinan yang menjadi pemandangan yang
lumrah di pinggiran kota semakin meningkat, kemiskinan terjadi karena
masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan (pengangguran), pengangguran itu
terjadi juga karena pendidikan yang tidak bisa dijangkau oleh masyarakat miskin
yang berpenghasilan Rp 300.000,-/bulan. Karena adanya pengangguran dan
kemiskinan yang melanda adalah alasan terjadinya kejahatan berbagai modus, dan
kasus illegal lainnya. Banyak masalah maka banyak pula pembahasan dari masalah
itu.
Kemiskinan, pengangguran, dan gizi buruk adalah satu
sistem masalah yang saling berkaitan. Kalau menurut saya akar dari permasalahan
ini adalah pendidikan. Jika pendidikan bisa dijangkau oleh rakyat miskin
mungkin taraf kehidupan akan meningkat seiring dengan bertambahanya tingkat
pendidikan yang mendukung bagi rakyat miskin.
Tujuan dari penyelenggaraan sistem pendidikan
nasional di Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam UU no 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional menjelaskan bahwa pendidikan merupakan
rangkaian kegiatan yang berupaya untuk meningkatkan kualitas dan taraf
kebudayaan masyarakat yang berbudi pekerti dan beriman serta bertakwa pada
tuhan yang maha esa. Namun, hal ini hanya menjadi semacam wacana impian belaka
jika melihat realita yang ada di lapangan atau dalam hal ini yakni proses
penyelenggaraan pendidikan nasional.
Mutu yang terus dijanjikan sebagai legitimiasi yang
salah satunya berbentuk peningkatan anggaran untuk pendidikan hanya sebagai
ilusi yang tak akan pernah terealisasi. Hal ini terbukti dengan masih rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia. Meskipun UGM dan UI membuka program kelas
internasional dan melakukan kerjasama dengn berbagai lembaga pendidikan asing.
Kenyataannya tetap berada diperingkat 77 dari 77 perguruan tinggi di kawasan
Asia-Pasifik. Mutu pendidikan Indonesia juga berada di peringkat 12 dari
seluruh negara di kawasasn ASEAN, termasuk dibawah Vietnam, sebuah negara
yang baru membangun 20-an tahun terakhir pendidikan.
Kenyataan-kenyataan tersebut dibuktikan dengan
semakin meningkatnya angka putus Sekolah. Berdasarkan data yang dirilis
UNESCO-PBB tahun 2011, tercatat sebesar 527.850 orang siswa SD atau samadengan
1,7% dari 31,05 juta siswa SD putus sekolah setiap tahunnya. Dan untuk
perguruan tinggi sendiri dari total jumlah penduduk Indonesia dengan hitungan
usia kuliah (18-25 Tahun) sebesar 25 juta jiwa. Sementara yang terserap dalam
di perguruan tinggi hanya mencapai 4,6 juta jiwa, hanya meningkat 3 (tiga ribu)
dari tahun sebelumnya sebesar 4,3 juta jiwa. Sementara angka tersebut terus
berkurang dengan angka putus kuliah (DO) mencapai 150.000 orang setiap tahun.
Selain itu, angka Pengangguran dan angka buta huruf pun terus meningkat
berbanding lurus dengan angka kemiskinan di Indonesia yang mencapai 37.168.300
jiwa (16,58%) dari total penduduk Indonesia kurang lebih 238 juta jiwa dengan
persebaran 13.559.000 jiwa (12,52%) diperkotaan dan 23.609.000 jiwa (20,37%) di
pedesaan (Gelora, November 2010).
Kualitas pendidikan juga akan sangat dipengaruhi
dengan ketersediaan fasilitas yang layak dan memadai sebagai penunjang
berjalannya proses belajar mengajar yang baik dan efektif. Dengan kenyataan
angka kemiskinan yang tinggi, anggaran pendidikan munri 20% dari APBN diluar
gaji guru, karyawan dan dosen yang tidak pernah terealisasi dan dengan Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) yang tidak dapat diserap oleh setiap satuan pendidikan
dasar dan menengah. Hal ini pun menyebabkan biaya operasional sekolah tidak
pernah tercukupi apalagi di lembaga pendidikan swasta yang secara langsung
pemerintah sendiri secara gamblang menunjukkan diskriminasinya dengan
mengatasnamakan dikotomi atas lembaga pendidikan swasta dan negeri dalam bentuk
bantuan dana.
Ketika berbicara tentang pendidikan, sesunguhnya
kita berbicara tentang hubungan antara hak dasar rakyat dan tanggung jawab
negara. Dengan pengertian negara bertanggungjawab sepenuhnya terhadap
penyelenggaraan pendidikan untuk seluruh rakyatnya. Hal ini diatur dengan jelas
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, bahwa negara bertanggung jawab untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa serta, ditegaskan kembali dalam pasal 31 UUD 1945
(Amandemen IV) yang mengharuskan pemerintah untuk mengalokasikan anggaran
sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD. Dalam pasal 31 ayat (4) UUD 1945 dan
pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas, menyatakan bahwa besarnya dana pendidikan
minimal 20% dari APBN dan APBD, adalah diluar gaji pendidik dan pendidikan
kedinasan.
Melihat kondisi pendidikan saat ini, pemerintah
tidak pernah belajar tentang sejarah ataupun tentang tidak berjalannya
penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan oleh negara atau persoalan yang
dihadapi rakyat. Namun menanggapi soal-soal seperti itu pemerintah seolah
membiarkan permasalahan terjadi dan tidak ada satupun upaya untuk membenah
struktur pemerintahan yang melindungi hak dan kewajiban setiap warga negara,
artinya dalam menyikapi permasalahan seperti ini.
Dengan demikian salah satu peran dan tujuan
pendidikan dalam menciptakan masyarakat yang maju dan dinamis masih belum
mampu tercipta di Indonesia. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi
implikasi bersifat negatif yakni minimnya good will dari pemerintah
untuk terus melakukan pembenahan secara sistemik sistem penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia. Lalu, muncul diskriminasi dalam penyelenggaraan
pendidikan secara kelas sosial dan adanya disorientasi dalam sebagian
masyarakat Indonesia yang hanya sebatas memahami bahwa pendidikan merupakan
alat untuk memapankan diri tanpa melihat hakikat dari penyelenggaraan
pendidikan. Serta, tidak adannya korespondensi antara sektor pendidikan dengan
sektor lainnya seperti kesehatan, industri, perdagangan, jasa, pertanian,
perbankan dan sebagai. Padahal secara kasat mata sektor-sektor perekonomian
tersebut membutuhkan tenaga ahli dan terampil untuk membangun
perekonomian bangsa ini. Terakhir, masih kuat dan mengakar budaya bahwa
pendidikan menjadi hal yang tersier dalam kehidupan bermasyarakat dalam tubuh
masyarakat itu sendiri.Seharusnya pemerintah menjadi promotor untuk
menggerakkan rakyat guna membenahi kekurangan-kekurangan tersebut. Pemerintah
yang selaku klas yang berkuasa lebih mementingkan kepentingan pribadinya dari
pada mementingkan kebutuhan rakyat. Kita bisa cek tentang beberapa program dari
pemerintah saat ini, khususnya kebijakan pemerintah dalam ranah dunia
pendidikan, terutama dalam soal-soal kurikulum yang cendrung mempersulit
peserta didik. Kemudian disusul dengan penyelenggaraan pendidikan yang
berdasarkan UU no 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang
mengesampingkan mutu pendidikan. Sistem tersebut jauh menyimpang dari hakekat
pendidikan. Selain itu, harus ada peran dari masyarakat sipil untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menciptakan perubahan sosial yang
konsturktif. Peran tersebut dapat terwujud dalam pendidikan non formal seperti
kursus, workshop, yang tujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mendukung perubahan sosial. Dengan
demikian hal yang aneh dan membingungkan ketika dalam penyelenggaraan
pendidikan di Indonesia masih jauh dari cita-cita bangsa itu sendiri. Selain
itu, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih jauh dari pendidikan yang
humanis dan emansipatoris.
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki
hutan tropis terbesar di dunia setelah Barzil. Hutan Tropis di Indonesia
menyebar di beberapa pulau di Indonesia yakni Kalimantan, Sumatera, Sulawesi
dan Papua. Hutan tropis di Indonesia juga dinobatkan dunia sebagai salah satu
paru-paru dunia yang berguna sebagai penyeimbang jumlah gas karbon di atmosfer.
Pada tahun 1970an Indonesia memiliki luas hutan tropis sebesar kurang lebih 120
juta Ha. Namun sejak hingga tahun 2010 hutan tropis di Indonesia telah
mengalami degradasi yang cukup besar dalam empat dasawarsa terakhir yang hingga
saat ini luas hutan tropis di Indonesia kurang lebih seluas 60-70 juta ha.
Adapun penyebab terjadinya penurunan jumlah luas hutan tropis di Indonesia
dikarenakan maraknya konversi hutan lindung menjadi hutan produksi, kebakaran
hutan, penebangan liar dan pembukaan areal pertambangan. Akan tetapi, penyebab
utama dari degradasi hutan tropis di Indonesia disebabkan karena konversi hutan
lindung atau alami menjadi hutan produksi dan penebangan liar.
Latar belakang utama adanya konversi hutan lindung
menjadi hutan produksi di Indonesia banyak dipengaruhi oleh permintaan kayu
dari perusahaan-perusahaan di eropa dan AS untuk memenuhi permintaan pasar
dunia. Penebangan kayu yang dilakukan oleh perusahaan yang memiliki HPH izin
untuk memanfaatkan hasil hutan. Namun, banyak pula para pemegang lisensi yang
melakukan penebangan kayu secara illegal, adapun modus yang sering terjadi pada
praktek penebangan liar yakni, memperluas areal penebangan tanpa adanya aturan
yang melegitimasi praktek tersebut. Modus lainnya menyewa atau membayar
masyarakat sekitar untuk menebang hutan lalu disetor ke penadah atau lebih
familiar disebut dengan cukong
Dalam tiga dasarwasa terakhir terjadi peningkatan
atas permintaan terhadap stok CPO atau minyak kepala sawit mentah. Hal inilah
yang mendorong terjadinya pembukaan perkebunan sawit secara besar-besaran di
beberapa pulau di Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan
Papua. Tingginya pembukaan perkebunan secara besar-besaran disebabkan atas
besar CPO untuk dijadikan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar fosil.
Memang benar, bahan bakar nabati lebih ramah lingkungan ketimbang bahan bakar
fosil. Namun praktek penyediaan bahan bakar nabati berupa dengan membuka areal
perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran, secara langsung menghasilkan efek
negatif terhadap besarnya kerusakan lingkungan. Hal ini ditandai dengan adanya
semakin terpinggirkannya bahkan hingga hilangnya sistem ekologis, ekosistem,
terganggu sistem daur ulang air di suatu wilayah. Hal ini dikarenakan secara
morfologi dan fisiologi tumbuhan atau pohon kelapa sawit sangat membutuhkan air
yang sangat besar pada masa pertumbuhannya daripada pohon-pohon lainnya serta
jenis akar pohon kelapa sawit pun bukan jenis akar yang menahan air hujan tapi
jenis akar yang membantu penyerapan air secara maksimal. Tentunya hal tersebut
akan mengganggu ketersediaan air bahkan berujung pada kekeringan yang secara
logis akan mempengaruhi rantai makanan dan kehidupan manusia.
Memang hal yang logis dengan memulai upaya untuk
menggantikan bahan bakar fosil dengan bahan bakar nabati. Namun ketika upaya
tersebut hanya berorientasikan meraih profit sebesar-besarnya bagi suatu
pihak. Maka akan menjadi hal yang percuma atau mubazir upaya pembukaan
perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan bahan bakar nabati. Saat ini, di
Indonesia hampir 6-7 juta ha yang sudah ditanami tumbuhan kepala sawit dan
rencana Indonesia akan menambah luas areal tanam untuk perkebunan kelapa sawit
hingga 20 juta ha yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Hal ini
dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yakni Indonesia sebagai
penghasil CPO terbesar di dunia dengan mengalahkan Indonesia.
Bentuk upaya dari kebijakan tersebut, pemerintah
Indonesia juga menarik dan mengajak para investor dalam negeri maupun luar
negeri untuk membantu program pemerintah tersebut. Menanggapi program
pemerintah tersebut, Program penyediaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit
yang luasnya hingga 20 juta ha hanya akan menimbulkan masalah baru. Efek
negatif yang ditimbulkan dari pembukaan perkebunan kelapa sawit secara
besar-besaran akan mempengaruhi perubahan iklim secara berkesinambungan dalam
jangka panjang. Tentunya hal tersebut sudah mulai kita rasakan sekarang seperti
tidak menentunya cuaca di berbagai belahan dunia juga termasuk di Indonesia,
lalu diikuti dengan semakin tinggi suhu bumi atau lebih dikenal dengan
pemanasan global (global warming) dalam beberapa dekade terakhir. Hal ini
dikarenakan hutan tropis di Indonesia selain menjaga ekologis dan ekosistem di
suatu wilayah juga mampu menekan jumlah polusi dalam bentuk gas karbon yang
dihasilkan oleh industri dan asap kendaraan bermotor.
Sesungguhnya jika kita melihat hal ini lebih jernih
dan terang, proyek pembukaan perkebunan skala besar, penebangan hutan merupakan
kebutuhan dari perusahaan-perusahaan besar dari negara dunia pertama yang
menyediakan barang hasil olahan hutan di Indonesia. Tercatat beberapa
perusahaan di Indonesia seperti bakrie group, rajawali group, sinarmas group,
wilmar group dibantu secara finansial dari lembaga sekuritas atau investasi
negara-negara dunia pertama. Harapannya dengan adanya bantuan finansial
tersebut mampu mendorong beberapa perusahaan di Indonesia dapat memaksimalkan
pembukaan perkebunan kelapa sawit secara besar-besaran. Selain itu, banyak pula
perusahaan asing yang sudah mampan ikut serta dalam bisnis menghasilkan minyak
kelapa sawit mentah.
Dengan semangat cinta terhadap lingkungan dan bumi,
mari dengan momentum Hari Bumi kita jadikan bumi sebagai tempat semua makhluk
hidup bergantung pada alam. Kita sebagai manusia seharusnya menyadari bahwa
pentingnya kita untuk memelihara lingkungan.kita pun sebagai manusia juga berperan
aktif dalam kampanye pembangunan industri ramah lingkungan. Hal ini dapat
dilakukan dengan mendesak pihak yang memiliki wewenang seperti pemerintah agar
dapat memaksa perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan hutan Indonesia lebih
bijak dalam menghormati hutan di Indonesia. Hal ini dapat dimulai dengan
membatasi luas hutan yang akan dijadikan perkebunan skala besar, penebangan
liar, membatasi jumlah produksi dengan disesuaikan kebutuhan konsumsi
masyarakat bukan mengutamakan keuntungan dari hasil penjualan hasil produksi.
Selain itu, pemerintah juga harus mencegah adanya monopoli lahan dan konversi
lahan menjadi perkebunan skala besar karena merugikan masyarakat yang telah
bertahan dengan cara mereka yang telah dilakukan dari generasi ke generasi. Serta
pemerintah mengedepankan aspek kesinambungan dalam pemanfaatan lahan dengan
bersandarkan pada kemampuan msyarakat bukan pada perusahaan swasta ataupun
milik negara.
Kapitalisme Birokrasi adalah Musuh Rakyat
Indonesia
Kapitalis
birokrat = pejabat korup
Satu masalah pokok yang hadir dalam masyarakat
Indonesia yang berkarakter setengah jajahan dan setengah feudal adalah tumbuh
dan berkembangnya kapitalisme birokrasi. Pada dasarnya, kapitalisme birkrasi
adalah penyalahgunaan kekuasaan oleh kaum birokrat yang duduk dalam formasi
pemerintahan. Kapitalisme birokrasi memegang simpul kekuasaan untuk dirinya
sendiri, keluarga dan klik kekuasaannya, memberikan berbagai fasilitas dan
sumber daya terutama yang berhubungan langsung dengan aspek ekonomi sebagai
upaya untuk mendukung posisinya dalam birokrasi.
Kapitalisme birokrasi menjadi pembantu yang paling
efektif bagi rejim yang berkuasa untuk menjalankan seluruh skema kebijakan yang
diputuskan oleh pemerintah. Mereka membantu rejim yang berkuasa untuk
mempertahankan kekuasaan agar dapat terus menerus melakukan dominasi atas
kehidupan seluruh rakyat Indonesia. Kaum kapitalis birokrat menindas dan
menghisap rakyat Indonesia melalui korupsi dan suap-menyuap, termasuk fasisme
negara.
Secara khusus, tentang kasus-kasus korupsi yang
terjadi di Indonesia telah menjadi satu masalah akut yang tumbuh subur
diseluruh jajaran birokrasi mulai dari level yang paling rendah hingga level
tertinggi. Korupsi telah terjadi mulai dari pejabat di tingkat desa, kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi dan tingkat nasional tentunya. Sudah menjadi rahasia
umum, bahwa ketika masyarakat harus berurusan dengan birokrasi dilevel apapun,
kelancaran dan kemudahan urusan tersebut hanya akan didapatkan setelah
melakukan suap kepada pejabat yang terkait. Berdasarkan temuan Badan
Pemeriksaan Keuangan (BPK), selama tujuh tahun kepemimpinan presiden Susilo
Bambang Yudhoyono, tidak kurang dari Rp. 103 trilliun uang negara yang telah
disalahgunakan atau dikorupsi. Dari jumlah angka ini, 305 kasus korupsi senilai
Rp. 33,6 trilliun oleh BPK diserahkan kepada aparat penegak hukum dan baru 139
kasus ditindaklanjuti. Artinya, masih terlalu banyak kasus-kasus korupsi yang
belum sama sekali tersentuh dan memberikan kerugian kepada negara dan tentunya
kerugian bagi rakyat Indonesia. Dari laporan tahun 2010 yang dikeluarkan oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada peningkatan jumlah perkara tindak
pidana korupsi dari tahun 2009 ke 2010. Kementerian/lembaga adalah penyumbang
paling tinggi dalam kasus ini, termasuk perkara tindak pidana korupsi yang
terjadi di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans).
Perkara Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan
Instansi tahun 2010
No
Nama
Instansi
2004 2005 2006
2007 2008 2009 2010
Jumlah
1
DPR
RI
7
10
7 24
2
Kementerian/Lembaga
1
5
10 12
13
13
16 70
3
BUMN/BUMD 4
2
5
7 18
4
Komisi
9
4
2
2
2 19
5
Pemerintah
Provinsi
1
1
9
2
5
4
22
6
Pemkab/Pemkot
4
8
18
5
8 43
2
19 27
24
47
37
40 196
Sumber
: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus korupsi di Kemenakertrans yang
sedang hangat dan menjadi pembicaraan public adalah tentang tumpang tindih Dana
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID). DPPID dialokasikan sebesar
Rp. 6,31 trilliun dengan rincian Rp. 613 milliar untuk infrastruktur
pendidikan, Rp. 500 milliar untuk infrastruktur kawasan transmigrasi dan Rp.
5,2 trilliun untuk infrastruktur lainnya. Disisi lain, Kemenakertrans juga
mengalokasikan program yang sama, namun melalui mekanisme tugas pembantuan,
program pembangunan pemukiman kawasan transmigrasi senilai Rp. 469,4 milliar.
Diduga, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar terlibat dalam
program ini dan mendapatkan aliran dana 10 persen dari total nilai proyek yang
akan dijalankan di 19 kabupaten Indonesia bagian Timur.
Kasus korupsi yang terjadi di
Kemenakertrans semakin membuktikan bahwa korupsi dan proses suap-menyuap telah
menjadi bagian yang melekat dalam jajaran birokrasi di tanah air.
Kemenakertrans adalah lembaga yang mengurusi hajat hidup dan kepentingan kaum
buruh di seluruh Indonesia, ketika lembaga ini telah terhinggap korupsi maka
rakyat Indonesia tentu bisa menyimpulkan keberpihakan lembaga ini. Lembaga ini
tidak akan pernah membela kepentingan kaum buruh, karena dengan upah yang
rendah, buruh tidak akan sanggup memberikan suap kepada birokrat dikantor
Kemenakertrans. Sebaliknya, pengusaha-pengusaha komprador yang memiliki modal
besar akan dengan mudah memesan kebijakan-kebijakan yang dapat menguntungkan
usaha mereka melalui jalur suap ataupungratifikasi.[1]
Korupsi yang telah merugikan trilliunan uang negara
harus dihentikan. Korupsi telah merampas hak seluruh rakyat Indonesia untuk
mendapatkan penghidupan yang layak dan kesejahteraan. Ratusan trlliun uang yang
telah dikorupsi selama SBY berkuasa akan sangat bermanfaat jika digunakan untuk
memberikan subsidi kepada kaum buruh, membuka lapangan pekerjaan, subsidi
pendidikan dan kesehatan yang riil hingga saat ini masih sangat sulit
didapatkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia.
Janji SBY untuk memerangi korupsi dalam setiap
pidatonya selama ini tak lebih hanya sebagai isapan jempol semata. Janji SBY
berdiri paling depan dalam usaha pemberantasan korupsi telah bergeser menjadi
yang terdepan dalam memimpin korupsi dan melindungi para koruptor. Faktanya,
banyak kader partai Demokrat yang saat ini sedang diproses atas tuduhan korupsi
dan melalui anggota mereka yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mereka
ramai-ramai berteriak untuk membubarkan KPK dan mengajukan remisi bagi para
terpidana kasus korupsi. Hal ini telah cukup membuktikan bahwa pemerintahan
dibawah rejim SBY-Boediono adalah pemerintahan yang korup.
Bagi kaum buruh, perjuangan melawan kapitalisme
birokrasi yang korup adalah bagian dari perjuangan yang utuh untuk mewujudkan
kesejahteraan kaum buruh. Membersihkan birokrasi di Indonesia dari praktek
korupsi setahap demi setahap akan membantu memudahkan setiap urusan rakyat
Indonesia ketika berhadapan dengan birokrat. Pelayanan yang mudah, cepat dan
tanpa dipungut biaya hanya akan terjadi ketika kita sanggup bersatu
menghancurkan birokrasi yang korup ini. Perjuangan melawan korupsi akan
menyelamatkan jutaan, miliaran bahkan trilliunan uang negara yang dapat
digunakan untuk memenuhi hak-hak dasar kaum buruh dan seluruh rakyat Indonesia,
mewujudkan kesejahteraan kita dan anak cucu kita kedepannya.
Dalam film documenter itu disebutkan bahwa suatu
hari nanti anak-anak ibu pertiwi-lah yang akan membangun kembali semangat
kebangsaan, semangat yang kini telah tergilas oleh globalisasi. Penerus jaman
yang akan mengharumkan nama ibu pertiwi.
[1] Pemberian
dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount),
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya (Menurut
penjelasan pasal 12B UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun
2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar