Selasa, 29 Mei 2012

Jeprat jepret Behind the scene

Behind the scene.............
hmmmmm burketnya wangii :P

biasa aja donk mulutnya :P

Ka dody sok ilmuwan bgd :P










Sabtu, 26 Mei 2012

24-25 Mei jeprat-jepret STOP MOTION

Sabar, pegal, dan SERU.

Tiga kata itu mewakili apa yang kami rasakan setelah 2hari jeprat-jepret bahan STOP MOTION. Semua itu terbayar dengan hasil yang WAW bagi kami (puas dong dengan kinerja sendiri :) ).
Dari proses yang telah kami lalui sejauh ini, menjadikan keakraban terjalin di antara kami.
Meski susah untuk menyamakan jadwal yang berbeda, tetapi kami bisa menyempatkannya (demi tugas!).


Apa yang kami butuhkan untuk membuat stop motion?? Yang pertama niat, yang kedua action. Bahan-bahannya sederhana, seperti alat tulis dan kamera, dibumbui dengan kreatifitas untuk membuat alur dan animasi nya serta penataan cahaya.
Dimana kami membuat?? Di Perumahan Pabuaran Indah no.16 (Kost siapa tuhh?).
Bagaimana kami membuat?? Dengan kerja team tentunya. Kami bersama-sama mengkonsep, membuat bahan, menata bahan, dan memotret. Langkah terakhir nanti adalah membuat movie-nya dengan aplikasi Windows Movie Maker.

Stop motion ini akan kami tampilkan di opening dan closing presentasi kami nanti. Hasil karya sendiri lohhhhh :D . Sabar yaah menunggu presentasi kami !!

Stop Motion


Hi guys ! Apa yang kalian ketahui tentang stop motion?
Nah... itu dia yang akan kami perkenalkan kepada kalian di presentasi kami nanti.
Stop motion movie adalah film yang dibuat dengan potongan-potongan gambar yang saling berhubungan satu sama lain nya. Jadi, per proses terjadinya sesuatu perlu dijepret sampai proses itu selesai.

Contohnya seperti gambar berikut :


Contoh yang sudah jadi bisa dilihat di "http://www.youtube.com/watch?feature=endscreen&v=0jGcxMHO8OA&NR=1.

Untuk membuat  satu scene diperlukan sekitar 7-8 gambar. semakin banyak gambar berarti semakin detail dan bagus hasilnya.
Untuk membuat stop motion diperlukan kesabaran dan keahlian menjaga posisi kamera serta pencahayaan. Sebenarnya tidak ada kata salah dalam membuat stop motion, karena bagaimanapun hasil jepretannya akan terlihat bagus saat sudah diedit menjadi movie. Namun, gerakan kamera yang tidak konsisten akan membuat pencahayaan berubah. Nah itulah masalahnya. Hal itu bisa diatasi dengan menggunakan tripod kamera.

Jadi guys, ada yang berminat mencoba ? Seru lho !! Kami telah membuktikan :D

Rabu, 23 Mei 2012

Mari Berkumpul....


Dan ijinkan kami bercerita melalui gambar tak beraturan alur........
perpustakaan lantai 3 Universitas Jendral Soedirman jadi tempat nongkrong ala kami.. :D
Cekidot =======>










RESUME BAB 11



MENYATUKAN NILAI-NILAI SUBKULTUR

            Dalam masa transisi, manusia-manusia pada suatu institusi mengalami adanya suatu tekanan-tekanan seperti ; ketakutan, kecemasan, dan ketidak percayaan yang dapat merenggangkan ikatan pada suatu institusi. Sehingga terjadi adalah para karyawan akan lebih meningkatkan ikatan emosional mereka pada kelompoknya masing-masing. Akibatnya timbul nilai-nilai perlawanan dan ikatan yang kuat pada subkultur , bukan pada keseluruhan institusi.  Semua itu dapat terjadi  karena manusia memerlukan “pegangan” dalam dalam menghadapi ketidakpastian. Transformasi nilai-nilai dalam suatu organisasi tidak dapat langsung dilakukan melalui kultur organisasi itu sendiri akan tetapi transformasi nilai-nilai organisasi perlu menyentuh akar budaya itu sendiri, yaitu nilai-nilai subkultur.

PERUBAHAN TIDAK BERBENTUK LINEAR
            Transformasi organisasi yang dilakukan dengan menyeluruh nilai-nilai organisasi perlu mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang akan muncul dari sisi manusia. Jadi, perlu disadari bahwa tingkat kemajuan yang dicapai dalam perubahan dapat berbentuk spiral. Artinya, dalam proses transformasi nilai-nilai, seseorang tidak hanya berhadapan dengan satu-dua orang atau kelompok, akan tetapi puluhan kleompok. Masing-masing kelompok dapat bereaksi tidak hanya terhadap stimulus perubahan dari atasannya saja, tetapi juga terhadap respon-respon kelompok-kelompok (subkultur) lainnya. Beberapa kelompok mendukung, tapi lainnya menolak, bahkan enggan menerima. Hal tersebut disebabkan karena manusia bergerak dengan naluri-naluri dan pikiran-pikiranny sendiri, bukan selalu dengan apa yang sudah digariskan dalam rencana. Akibatnya, transformasi nilai-nilai menjadi tampak kacau dalam prosesnya. Dengan demikian secara singkat model mental berbentuk nonlinear memberikan pesan bahwa untuk setiap satu langkah ke depan, seseorang mungkin harus kembali dua langkah ke belakang. Adakalanya seseorang harus membawa pulang kereta yang sudah berjalan, dan memasukannya ke bengkel untuk diperbaiki, sebelum meletakannya kembali pada tracknya.    

MEMETAKAN SUBKULTUR DALAM ORGANISASI
            Pada masa transisi, baik budaya perusahaan maupun institusi terpecah-pecah kedalam budaya kelompok-kelompok sehingga budaya korporatnya sulit untuk dikenal.  Contohnya di  dunia pendidikan misalnya disebuah universitas negeri, terlihat budaya yang berbeda antara fakultas yang satu dengan fakultas lainnya. Masing-masing fakultas tersebut masih terdapat subkultur-subkultur lain yang dibentuk oleh kumpulan-kumpulan orang pada masing-masing jurusan. Sering dikatakan tak ada lulusan uneversitas “X”, karena para alumnusnya enggan memberikan sumbangan pada level universitas. Karena mereka hanya loyal dan bersedia membantu pada level fakultas. Contoh lain di perusahaan, semakin besar suatu perusahaan dan semakin terdiversifikasi produk dan pasar suatu perusahaan maka semakin besar timbul subkultur. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia-manusia yang berada dalam suatu institusi yang sedang mengalami transisi, mereka memiliki dunia mereka sendiri, mulai dari cara mereka berbicara, berpakaian, dan mengambil keputusan sangat mungkin berbeda-beda satu sama lainnya.       

Tantangan untuk menemukan nilai nilai kolektif
Kita tentu tidak mungkin menghapus nilai nilai pada setiap substruktur dan memaksa semuanya menerima satu tatanan nilai yang seragam. Tugas kita pertama-tama adalah mengakui keragaman itu dan mengangkatnya ke permukaan sebagai suatu kekayaan institusi.
            Tantangan terbesar seorang transformer nilai-nilai adalah mencari cara terbaik untuk menggabung-gabungkan nilai-nilai tersebut ke dalam suatu alunan musik yang indah didengar oleh telinga.kalau yang satu terlalu dominan, anda harus sedikit menurunkannya, dan meningkatkan yang lain. Semua ini menuntut kesabaran, ketekunan, kecerdasan, dan tentu saja integritas. Tanpa integritas, masing-masing kelompok (substruktur) akan sangat ingin mengedepankan nilai-nilai kelompoknya masing-masing. Semangat mencari konsensus untuk memperoleh sebuah makna kolektif memerlukan proses pencarian seperti yang dijelaskan di Bab 5 (Melihat, bergerak, dan menyelesaikan perubahan) dan Bab 6 (Seeing is believing atau believing is seeing).
            Perjalanan, mulai dari mengajak mereka semua melihat, percaya, bergerak, dan merumuskan nilai-nilai kolektif, adalah sebuah proses yang panjang, meletihkan, penuh dengan detail, dan tidak mudah.
Memotret Subkultur
            Untuk memetakan subkultur, anda harus memotret seluruh subkultur itu. Tetapi memotret subkultur bukanlah sesuatu yang mudah. Subkultur bukanlah sesuatu yang bersifat tangible (dapat dipegang dan dilihat secara kasatmata). Subkultur yang lemah tidak akan tampak di depan lensa kamera anda. Dan subkultur yang dominan dapat saja merupakan sub dari subkultur-subkultur lainnya.
Berikut masalah dalam memotret subkultur :
Pemimpin perubahan
1.      Orang lama dari dalam perusahaan (Pejabat karier)
2.      Orang yang sama sekali baru (biasa berkarier diluar perusahaan/institusi)
3.      Orang asing (stranger)
Masalah
·         Kemungkinan besar terlihat jelas, tetapi bias oleh kacamata fungsinya.
·         Memerlukan waktu yang lama untuk mengenal betul sub-sub kultur
·         Kemungkinan besar menerima informasi bias dari tokoh-tokoh kunci
·         Kemungkinan kurang peduli dengan subkultur-subkultur.
     Oleh karena itu, pemimpin perubahan tidak bisa bekerja sendiri. Ia perlu dibantu oleh sebuah team yang terdiri dari 8-10 orang dan tergabung dari berbagai bagian yang merasa “masih punya hari esok yang lebih baik” di perusahaan.

 Dalam memotret subkultur diperlukan beberapa alat bantu, seperti :
1.      Bagan organisasi beserta perubahan-perubahannya dalam sepuluh terakhir.
2.      Carrier track dari tokoh-tokoh kunci, baik formal maupun informal.
3.      Hubungan kerja serta bisnis organisasi.
4.      Forum-forum diskusi yang melibatkan berbagai kelompok.
      Pemotretan dilakukan dengan beberapa observasi dan field study, di samping tentu saja survei, wawancara mendalam, dan teknik-teknik riset lainnya. Tujuannya adalah memetakan mereka dan mengambil nilai-nilai yang mereka anut.
      Anda akan menemukan dua jenis subkultur. Yang pertama adalah subkultur yang sangat jelas kediriannya. Mereka yang terbentuk sebagai akibat kurangnya perhatian manajemen terhadap nilai-nilai keseluruhan institusi, sementara medan yang mereka hadapi penuh dengan ketidak pastian.
      Kelompok kedua adalah kelompok subkultur yang kurang menonjol sehingga tidak begitu menampakkan nilai-nilai. Misalnya saja, nilai-nilai agresivitas, competitiveness, teamwork, dan persuassion justru tidak tampak dalam team pemasaran suatu perusahaan.
      Tugas anda di sini adalah memperoleh dan membentuk nilai-nilai positif pada masing-masing unit menurut cara masing-masing subkultur. Dnegan memahami, mengakui, dan menimbulkan nilai-nilai tersebut anda telah menyentuh unsur yang oaling dalam dari sebuah bongkahan es yang terendam di lautan. Unsur itu adalah invisible artifacts, yaitu nilai-nilai dasar, keyakinan, dan asumsi-asumsi yang di anut oleh subkultur-subkultur.

Merajut Nilai-Nilai Subkultur menjadi Budaya Korporat
        Untuk menyatukan nilai-nilai budaya yang dominan dalam masing-masing subkultur atau membuat sebuah pernyataan budaya menjadi kaya nilai dan bermakna, maka harus dirumuskan dengan memerhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.      Harus dialogis. Penyatuan nilai disusun dengan mempresentasikan nilai pada masing2 subkultur dan subkultur lainnya.
2.      Harus partisipatif. Presentasi disajikan oleh pemilik nilai tersebut.
3.      Harus memberikan ruang terhadap “Buy-in Proccess”. Proses harus bisa membuat semua pihak merasa memiliki, maka mereka akan memakainya dan menjual pada yang lain.
4.      Harus kaya cerita. Supaya bermakna maka usahakanlah memakai kalimat cerita karena mampu membuat manusia berimajinasi tentang organisasinya.
5.      Harus praktis dan mampu dijabarkan ke dalam elemen-elemen budaya. Pernyataan budaya harus dapat diturunkan ke dalam bentuk-bentuk praktis yang menjwai apa yang tersirat.
6.      Harus orisinal dan berbeda. Peryataan budaya harus berasal dari sebuah proses sejarah asli institusi tersebut.

Maka untuk merumuskan budaya korporat membutuhkan keterlibatan semua pihak untuk merumuskan semacam common grounds di antara subkultur dan merajutnya ke dalam ikatan bersama. Proses seperti ini membutuhkan kepemimpinan yang kuat, konsisten, dan jelas sasarannya. Salah satu caranya adalah membangun gugus-gugus tugas, kemudian dipertemukan ke dalam semacam forum bisnis perusahaan.

Visioning: proses menyatukan nilai-nilai budaya korporat
            Visioning adalah sebuah proses menyatukan nilai yang ada adalam setiap subkultur menjadi rumusan budaya yang diterima semua pihak. Terdapat tiga tahap sebagai berikut:
a.       Merumuskan nilai setiap subkultur
b.      Membawa nilai tersebut ke dalam forum untuk merumuskan nilai bersama
c.       Memperkaya nilai dan visi organisasi lalu merumuskan ke dalam strategi budaya
Untuk tahap kedua dimulai dengan membangun kepercayaan di antara blok-blok subkultur yang dibarengi dengan presentasi dan diskusi dalam forum bisnis lintas subkultur, yang membahas hal sebagai berikut:
·         Asal mula nilai pada suatu kelompok
·         Jati diri kelompok
·         Symbol-simbol kelompok
·         Kisah selama bekerja
·         Ritual kelompok
·         Bahasa
·         Disiplin
·         Cara kerja
·         Pandangan terhadap kelompok lain
·         Pandangan dua tahun ke depan
·         Pandangan lima dan sepuluh tahun ke depan
·         Kontribusi budaya subkultur.
Hal-hal yang akan dibahas tersebut di atas nantinya akan dijabarkan ke dalam berbagai pertanyaan analitik.


Tujuan visioning yaitu untuk menemukan nilai-nilai, perilaku, kebiasaan-kebiasaan, pandangan-pandangan dari setiap subkultur untuk dipakai membentuk kultur baru.

Rumusan budaya korporat sebuah team untuk menganalisis dan membentuk semacam draft budaya korporat, memuat:
1.      Nilai-nilai utama serta asumsi-asumsi dasar manusia korporat. Nilai-nilai utama dan asumsi-asumsi dasar membentuk cara pandang yang menjadi tuntutan bagi setiap manusia yang tergabung dalam konstitusi.
2.      Asal mula nilai-nilai tersebut, untuk dijadikan latar belakang untuk menghadapi keadaan internal maupun tekanan eksternal dan upaya-upaya untuk menenangkannya.
3.      Visible artifacts yang masih erlevan dan harus di bentuk. Visible articrafts yang dimaksu seperti ritual, simbol-simbol, bahasa, kisah(cerita), seremoni-seremoni, slogan, dsb yang dimabil dari karyawan.
4.      Rekomendasi untuk menyatukan nilai-nilai tersebut, hambatan-hambatan yang mungkin muncul.
5.      Rekomendasi tentang nilai-nilai dan kebiasaan yang harus dibuang.
6.      Daftar tabu (hal-hal yang dilarang) sebagai karyawan/pimpinan di korporat.


Menyatukan nilai-nilai subkultur

·      Subkultur adalah ikatan emosional yang berupa ikatan-ikatan kelompok kerja, jender, ethnic group ataupun kesamaan almamater, di mana hal tersebut ada karena kesamaan yang melatarbelakangi adanya sesuatu yang berbeda.
·      Transformasi nilai-nilai organisasi perlu mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang ada, yaitu dengan menyentuh akar budaya dinamika pergerakan massa agar mudah untuk diterima oleh semua subkultur organisasi yang ada dengan melalui pendekatan nilai-nilai subkultur.
·      Pemimpin perlu menyiapkan langkahnya atas kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi terhadap dinamika pergerakan subkultur.
·      Pemetaan kelompok-kelompok subkultur akan membantu menemukan penggabungan-penggabungan nilai kolektif subkultur yang terbentuk. Terdapat empat tahapan dalam menemukan nilai-nilai kolektif: melihat, percaya, bergerak, dan menyelesaikan.
·      Memotret subkultur memerlukan beberapa alat bantu dalam penggalian informasi seperti bagan organisasi beserta perubahan-perubahannya dalam sepuluh tahun terakhir, carrier tracdik dari tokoh-tokoh kunci baik formal maupun informal, forum-forum diskusi yang melibatkan berbagai kelompok, dan hubungan kerja eksternal organisasi.
·      Pemotretan dilakukan dengan beberapa observasi, field study, survei, wawancara mendalam, dan teknik-teknik riset lainnya. Pemotretan bertujuan untuk memetakan mereka dan mengambil nilai-nilai yang mereka anut dan dirajut untuk disatukan menjadi satu rumusan budaya yang diterima semua pihak (visioning).
·      Tujuan visioning yaitu untuk menemukan nilai-nilai, perilaku, kebiasaan-kebiasaan, pandangan-pandangan dari setiap subkultur untuk dipakai membentuk kultur baru. Proses visioning terdiri dari tiga tahapan:
1.      Merumuskan nilai-nilai masing-masing subkultur.
2.      Membawa nilai-nilai subkultur tersebut ke dalam forum untuk merumuskan nilai-nilai bersama dan membangun kepercayaan di setiap subkultur yang berbeda.
3.      Memperkaya nilai-nilai dan visi perusahaan ke depan dan merumuskannya ke dalam strategi budaya.

Senin, 21 Mei 2012

Pengantar Penulis

Dengan perkembangan ITC yang ada pada modernitas sekumpulan masyarakat masa kini, kami mahasiswa/i Ilmu Administrasi Negara Universitas Jendral Sudirman menganggap perlu adanya perluasan dan pengembangan akses dalam ilmu pengetahuan, hal ini menjadi sebuah konsep yang diterapkan dalam pembelajaran kami, refrensi pengajaran perkuliahan sederhana yang sedang kami proses saat ini.
Tak ingin kalah berjuang ataupun bersaing oleh rekan staff, dosen tercinta kami serta mahasiswa/i lainnya yang sama-sama sebagai produsen ilmu pengetahuan, kami ingin menyumbangasihkan kegiatan kelompok belajar yang kami proses, mungkin tak seberapa berartinya ilmu ini bagi para pembaca menjadi sebuah refrensi ilmu, namun penulis (kelompok belajar, ed.) berharap dapat menambah proses perjalanan pengetahuan teman-teman yang telah kami share dalam blog ini.
Terbesit dalam pikiran kelompok ini (penulis, ed.), atas sebuah ucapan dosen yang telah memberikan kami acuan berpikiran yang lebih moderat yaitu tak ada kata kalah dalam seorang diri mahasiswa jika dia dapat mengembangkan potensi (gerak,lingkungan,beserta kemajuan yang mengelilinginya) untuk lebih ekploratif melebihi kapasitas seorang dosen, dahulu mungkin dosen menang telak satu malam untuk belajar mendahului anak didiknya, namun dengan adanya perluasan akses/networking yang ada saat ini membuat hal itu dapat terpatahkan, seorang murid dapat lebih eksploratif atas sebuah pemikirannya diluar pengetahuan yang telah diberi seorang gurunya. Pengalaman-pengalaman para dosen kami, tak hanya satu ataupun dua pengalaman yang memberikan kami pemikiran/inspirasi yang luas untuk mengembangkan pengetahuan serta berharap kami dapat menjadi produsen ilmu pengetahuan untuk selanjutnya.
Memiliki sebuah pegangan ilmu tak hayal membuat diri kita lebih memahami serta dapat juga mempersulit keadaan pengetahuan yang membuat kita mempertanyakan posisi kita dengan pengetahuan serta keadaan sekitaran kita. Namun penulis (kelompok belajar) ini berharap tulisan kami dapat untuk dipergunakan untuk memperkaya refrensi ilmu pengetahuan para pembaca agar lebih kaya akan wawasan yang luas, semoga dapat dipergunakan dan dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. Mohon maaf jika banyak kekurangan dalam penyajian serta redaksional yang kami tayangkan.

Landrente, vandaag de dag...

oleh Rosawati F1B010001


    Percakapan singkat membuka diskusi kelompok yang beranggotakan Dody (2008), Lukita (2010), Tia (2010) dan saya sendiri Rosa (2010). matahari tak segan untuk bicara, layaknya kami yang langsung pada duduk perkara perihal tugas pengembangan organisasi yang diberikan.
    masih banyak yang dibingungkan perihal tugas, karena memang kebetulan dua minggu lalu saya tak mengikuti kuliah. pembagian tugas dikelompok kami tidaklah sulit justru asik dan membaur,..
semoga team work ini tak hanya sebatas team work kedepannya.